BUTON, SENTILNEWS.COM — Suara gendang bertalu-talu memecah siang di Baruga Pasarwajo, Selasa (12/11/2025). Di antara gemerincing tawa anak-anak dan riuh tepuk tangan warga, tersaji pemandangan yang langka dan sarat makna. Masyarakat adat Takimpo–Kambulabulana–Pasarwajo kembali menggelar ritual Weano Boba, salah satu bagian paling sakral dalam rangkaian Pesta Adat Pikoelaliwu yang hanya digelar dua tahun sekali.

Ratusan warga tumpah ruah di pelataran baruga, sebagian datang dari luar daerah, bahkan dari rantau jauh. Mereka pulang membawa rindu dan kebanggaan, ingin menyaksikan langsung prosesi yang diwariskan turun-temurun ini. Weano Boba bukan sekadar perayaan adat, melainkan simbol regenerasi dan perekat silaturahmi masyarakat adat di jantung Buton.

Prosesi dimulai dengan arak-arakan anak-anak—khususnya bayi dan balita yang sebelumnya telah menjalani ritual Picundupia di Pantai Wajo. Mereka digendong dan diarak menuju Baruga, diiringi tabuhan gendang tradisional yang menggema menembus udara lembab Pasarwajo. Di depan baruga, para tetua adat menanti untuk melaksanakan prosesi sarati—tahap pengenalan pertama sang anak ke dalam komunitas adatnya.

Usai penyambutan, suasana berubah riuh ketika para orang tua menebarkan uang kertas dan koin ke arah anak-anak dalam tradisi yang disebut lelo uang. Anak-anak berlarian berebut lembaran yang berhamburan, disambut tawa penonton yang memadati halaman. Di balik keceriaan itu tersimpan makna mendalam: lelo uang adalah simbol berbagi rezeki, rasa syukur, dan kebahagiaan atas lahirnya generasi penerus.

Tradisi ini juga menjadi momentum penghormatan bagi para penabuh, penari, dan tetua adat. Para tamu dan keluarga memberikan pasali—bentuk penghargaan dan ucapan terima kasih—yang memperkuat nilai saling menghargai dan gotong royong di tengah masyarakat.

Hadir pula Bupati Buton, Alvin Akawijaya Putra, S.H., bersama Kapolres Buton, AKBP Ali Rais Ndraha, S.H., S.I.K., M.M.Tr. Keduanya tampak berbaur dengan masyarakat, ikut tersenyum, dan bahkan melemparkan lelo uang bersama warga, menambah semarak kebersamaan di Baruga Pasarwajo.

“Saya sangat mengapresiasi tradisi Weano Boba ini. Warisan budaya seperti ini adalah identitas kita sebagai orang Buton. Saya bangga menjadi bagian dari masyarakat Pasarwajo yang masih menjaga nilai-nilai luhur di tengah arus modernisasi,” ujar Bupati Alvin.

Ia menambahkan, pelestarian tradisi semacam ini tak hanya menjadi bentuk penghormatan pada leluhur, tetapi juga peluang besar dalam mengembangkan sektor pariwisata budaya daerah. “Weano Boba bukan hanya mempererat silaturahmi, tapi juga memiliki daya tarik wisata yang kuat. Pemerintah daerah akan terus mendukung agar tradisi ini tetap hidup dan berkembang,” katanya.

Bagi masyarakat Buton, Weano Boba lebih dari sekadar ritual adat. Ia adalah wujud rasa syukur, kebersamaan, dan cinta pada warisan leluhur. Di tengah perubahan zaman yang cepat, Weano Boba berdiri sebagai penanda bahwa kearifan lokal masih menjadi denyut nadi kehidupan—menjaga keseimbangan antara manusia, budaya, dan alam di Bumi Buton.