BUTON,SENTIL,NEWS.COM-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan komisi bersama Eksekutif pada Senin, 6 Januari 2025, untuk membahas penyelesaian status tenaga Non-ASN di lingkungan kabupaten Buton.
Rapat yang berlangsung di ruang rapat DPRD ini dipimpin oleh Ketua DPRD Buton, Mararusli Sihaji,SH didampingi Wakil Ketua I, La Madi,S.Sos, dan Asisten Administrasi Umum Sekda Kabupaten Buton, Drs. La Ode Muhidin.
Rapat ini di Hadiri Oleh anggota DPRD dan Seluruh pimpinan para OPD lingkup Kabupaten Buton.
Mararusli Sihaji, saat membuka rapat, mengungkapkan pentingnya mendengarkan penjelasan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) terkait masalah yang dihadapi oleh tenaga Non-ASN di Kabupaten Buton. "Kami ingin mendengar penjelasan dari BKD mengenai persoalan ini agar dapat mencari solusi bersama," ujarnya.
Kepala BKPSDM Kabupaten Buton, M. Taufik Tombuli, menjelaskan bahwa proses pendataan tenaga honorer di Buton dimulai sejak 2021. Berdasarkan instruksi dari Menpan-RB, seluruh kepala OPD diminta untuk mendorong tenaga magang membuka akun di BKN pusat untuk pendataan. "Pendataan dilakukan oleh masing-masing peserta magang, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang," kata Taufik.

Seiring berjalannya waktu, jumlah tenaga honorer yang terdaftar tersisa 2.376 orang dari awalnya lebih dari 3.000.
Taufik menjelaskan bahwa tahap kedua pendataan dibuka untuk memasukkan tenaga honorer yang belum terdaftar di BKN. "Tahap pertama untuk K2 dan Non-ASN lainnya, sementara tahap kedua untuk mereka yang belum terdaftar," lanjutnya.
Terkait seleksi PPPK, Taufik menegaskan bahwa semua tenaga honorer, baik K2 maupun yang umum, harus mendaftar dan memenuhi administrasi. Mereka yang tidak lulus administrasi akan melanjutkan ke tahap kedua untuk memastikan mereka tetap terdata dan terhindar dari pemutusan hubungan kerja (PHK).
Namun, masih ada sekitar 400 tenaga honorer dari 2.376 yang belum terdeteksi dan terdaftar di BKN. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena bisa jadi mereka akan dikena PHK pada 2025.
"Kita perlu mencari solusi agar mereka yang terdaftar tapi tidak aktif bisa segera ditindaklanjuti," ujarnya.
Mararusli Sihaji menegaskan, bahwa penyelesaian status tenaga Non-ASN menjadi isu mendesak yang harus segera diselesaikan.
"Kita ingin memastikan mereka mendapatkan hak-haknya yang sesuai dan memberikan kepastian hukum agar persoalan ini dapat tuntas," tegasnya.

Ia menambahkan, bagi mereka yang terdaftar di BKN namun tidak aktif, langkah yang mungkin diambil adalah penghentian gaji, mengingat keterbatasan anggaran daerah.
Sementara itu Politisi PDIP, Farid Bachmid, juga menyoroti pentingnya data yang akurat. "Kita perlu mengetahui berapa banyak tenaga honorer yang belum terdaftar di BKN, agar pembahasan ini bisa menyamakan persepsi antara data yang di BKD dan para OPD," ujarnya.
Sementara itu, Hanafi dari politisi PKB menyatakan bahwa keuangan daerah saat ini terbebani oleh gaji tenaga honorer.
"Penerimaan daerah memang penting, jika PAD meningkat, kita bisa membuka peluang lebih besar untuk pengangkatan P3K dan tenaga honorer reguler," tuturnya.
Hanafi juga menekankan perlunya penertiban bagi tenaga honorer yang tidak aktif. "Jika mereka tidak aktif, mereka tidak bisa diberikan insentif. Kita juga perlu menyesuaikan kemampuan daerah," ujarnya.
Selain itu Politisi PPP Rahman turut menyampaikan bahwa persoalan ini terkait dengan kondisi APBD. "Jika PAD kita meningkat, tidak hanya P3K yang bisa diselesaikan, tetapi tenaga honorer reguler juga dapat diangkat," ucapnya.
Rapat ini menjadi forum penting untuk membahas solusi terhadap permasalahan tenaga Non-ASN, dengan tujuan akhir agar setiap tenaga honorer mendapatkan status yang jelas dan mendapatkan hak-hak mereka sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Rapat yang digelar dari pukul 13.00 sampai 17.30 wita menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
- DPRD akan turun langsung ke OPD-OPD dalam rangka melihat secara langsung tenaga non ASN yang masih aktif atau tidak walaupun terdaftar di BKN.
- DPRD meminta kepada seluruh OPD untuk mendata kembali tenaga non ASN yang masih aktif atau tidak walaupun mereka terdaftar di BKN untuk diserahkan ke DPRD .
- DPRD juga meminta kepada seluruh OPD untuk memberikan data tenaga non ASN terkait sumber dana untuk pembayaran honor.
- DPRD juga meminta terkait magang K2 untuk diprioritaskan untuk tes PPPK.
- DPRD meminta pihak Pemda berkaitan dengan PPPK yang terdaftar di BKN tetap tidak pernah masuk kantor dan masih tetap menerima gaji honorer akan segera diberhentikan gajinya
- DPRD meminta solusi kepada pemerintah daerah terkait instansi OPD yang masih membutuhkan tenaga kesehatan atau guru yang masih kurang di bidangnya sedangkan masyarakat membutuhkan pelayanan yang maksimal.
- DPRD meminta kepada setiap OPD untuk menyerahkan data yang lulus atau tidak lulus PPPK dari tahun 2024 sampai 2025.